PERANAN SEKOLAH DASAR SEBAGAI LEMBAGA PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
MULTIKULTURAL
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Multikultural
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT atas limpahan rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Peranan Sekolah Dasar Sebagai Lembaga
Pengembangan Pendidikan Multikultural”
Dalam
penyelesaian makalah ini, penyusun banyak mengalami kesulitan. Namun, berkat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika penyusun
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dosen yang tidak lelah dan bosan untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada kami
setiap saat.
2. Orang tua dan
keluarga yang banyak memberikan motivasi
dan dorongan serta bantuan, baik secara moral maupun spiritual.
3. Teman-teman
yang sudah membantu dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
mengharapkan adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat
di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat
dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi
kita semua.
Blitar, 2 Maret 2022 Penulis |
B. Peranan Sekolah Dasar sebagai Lembaga Pengembangan Budaya.................................. 3
Indonesia
merupakan salah satu negara yang dikenal sebagai negara dengan keberagaman
budaya yang sangat banyak di dunia. Hal ini dapat dilihat dari kondisi
sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas (Kholik, 2017). Pada
prinsipnya, pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang menghargai
perbedaan. Dengan harapan perbedaan tersebut tidak menjadi sumber konflik dan
perpecahan. Sikap saling toleransi inilah yang nantinya akan menjadikan
keberagaman yang dinamis, kekayaan budaya yang menjadi jati diri bangsa yang
patut untuk dilestarikan.
Hamid Hasan (dalam Kholik, 2017) menyebutkan, bahwa
masyarakat dan bangsa Indonesia memiliki tingkat keragaman yang tinggi, mulai
dari dimensi sosial, budaya, aspirasi politik, dan kemampuan ekonomi. Keragaman
tersebut berpengaruh langsung terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan
kurikulum. Kemampuan sekolah dalam menyediakan pengalaman belajar juga
berpengaruh terhadap kemampuan anak didik untuk berproses dalam belajar serta
berpengaruh dalam mengelola informasi menjadi sesuatu yang dapat diterjemahkan
sebagai hasil belajar.
Pendidikan berlangsung sepanjang hayat dan berwujud
pengalaman hidup dari berbagai lingkungan budaya. Pendidikan dan pembudayaan
yang diperoleh di sekolah di samping di rumah, di masyarakat sangat
mempengaruhi perkembangan individu itu selanjutnya. Pendidikan ini tidak bebas
nilai, tetapi sarat dengan nilai, termasuk nilai budaya. Pendidikan yang
bernuansa budaya itu berlangsung sejak anak usia dini berlanjut sampai pada
jenjang pendidikan lebih lanjut bahkan sampai akhir hayat. Untuk mengenalkan
anak didik kita dengan budaya tersebut maka sekolah perlu dimodelkan sebagai
lembaga budaya di mana siswa bisa dapat beradaptasi secara alamiah dan
berbudaya. (Kholik, 2017). Untuk itu, melalui makalah ini penulis akan mencoba
menjelaskan tentang peranan sekolah dasar sebagai sistem sosial dan lembaga
pengembangan budaya.
1.
Bagaimana peranan sekolah dasar sebagai sistem sosial?
2.
Bagaimana peranan sekolah dasar sebagai lembaga pengembangan
budaya?
1.
Untuk menjelaskan peranan sekolah dasar sebagai sistem sosial
2.
Untuk menjelaskan peranan sekolah dasar sebagai lembaga
pengembangan budaya
BAB II
Menurut
Kholik (2017) Sistem sosial adalah
proses bertingkah laku
(dalam masyarakat) yang
saling mempengaruhi dan
terdapat kegiatan berulang
tetap secara teratur.
Faktor penting yang memiliki kekuatan mengintegrasikan sistem sosial
adalah konsensus antar anggota masyarakat
tentang nilai - nilai tertentu.
Reaksi dari suatu
sistem sosial terhadap perubahan
- perubahan yang datang dari luar (extra
system change) tidak selalu
bersifat adjustive. Sebuah sistem
sosial dalam kurun waktu
tertentu dapat juga mengalami
konflik - konflik sosial yang bersifat visious
circle.
Sekolah sebagai sistem sosial
pada hakikatnya merupakan
susunan dari peran
dan status yang
berbeda - beda, dimana masing - masing bagian
tersebut terkonsentrasi pada
satu kekuatan legal
struktural yang menggerakkan
daya orientasi demi
mencapai tujuan tertentu.
Tentu saja sistem
sosial tersebut bermuara pada status sekolah sebagai lembaga
formal. Sosialisasi dan enkulturasi
melalui pendidikan dengan
belajar adat (kebiasaan
sosial). Variabel dan faktor sekolah sebagai sistem sosial itu antara lain
:
1.
Kebijakan dan politik
sekolah
Kebijakan dan
politik sekolah sangat
menentukan ke arah
mana anak didik
akan dikembangkan potensinya.
Kebijakan dan politik
sekolah yang bernuansa
khas dan unggul
dapat dikembangkan oleh
sekolah itu secara
terencana dan berkelanjutan.
2.
Budaya sekolah dan
kurikulum yang tersembunyi (hidden
curriculum )
Budaya
yang berlangsung di sekolah dan kurikulum yang tersembunyi sangat menentukan
kepribadian yang dikembangkan pada
lingkungan sekolah. Misalnya
di Sekolah Dasar
tertentu dibudayakan untuk
setiap hari guru
atau kepala sekolah menyambut
kedatangan siswa di depan pagar secara
bergiliran untuk bersalaman untuk
mengajarkan nilai keakraban,
kekeluargaan, rasa saling hormat
dan kasih sayang.
3.
Gaya belajar dan
sekolah
Gaya
belajar siswa hendaknya diperhitungkan oleh sekolah dalam pembuatan kebijakan dan dalam menciptakan gaya (style) sekolah itu dalam menciptakan kondisi
belajar yang nyaman
dan akrab dengan
kondisi siswa. Tentu tidak
sama gaya sekolah perkotaan dengan segala fasilitasnya dengan gaya sekolah pedesaan.
4.
Bahasa dan dialek
sekolah
Bahasa dan
dialek sekolah disini
berkaitan dengan bahasa
dan dialek yang
digunakan di sekolah
di mana sekolah
itu berada. SD
di Jawa, khususnya
Jawa Tengah atau
sebagian Jawa Timur
yang banyak menggunakan
bahasa dan dialek
Jawa dapat membuat
program mingguan misalnya.
Kegiat an ini untuk
menumbuh sikap hormat
dan kesantunan pada
anak didik lewat
penggunaan bahasa dan dialek yang dibudayakan di sekolah.
5.
Partisipasi dan input
masyarakat
Apabila kesadaran
masyarakat akan pendidikan
tinggi dan komite
sekolah dipimpin oleh
orang yang memiliki wawasan
pendidikan yang baik
maka sekolah itu
akan banyak mendapat
bantuan dari masyarakat,
baik dana maupun
pemantauan ke arah
pengembangan sekolah ke
depan. Untuk itu
Komite Sekolah perlu dipimpin oleh orang yang bukan saja dikenal,
disegani dan berpengaruh
di masyarakat, tetapi
juga orang yang
memiliki komitmen yang tinggi terhadap kemajuan pendidikan
putra - putrinya.
6.
Program
penyuluhan/konseling
Program bimbingan
dan penyuluhan/konseling akan
berperanan dalam membantu
mengatasi kesulitan belajar
pada anak, baik
itu anak yang mengalami kelambatan
belajar maupun anak
yang memiliki bakat
khusus. Kemungkinan ada anak
yang lemah dalam
mata pelajaran tertentu
ternyata dia memiliki
bakat yang besar
dalam menari dan
menyanyi yang membutuhkan
penyaluran bakat yang memadai.
7.
Prosedur asesmen dan
pengujian
Asesmen
dan pengujian tidak identik dengan duduk di kelas dan mengerjakan soal
dalam bentuk paper
- pencil test. Asesmen
bersifat holistik yang
menggambarkan kemampuan aktual
keseharian anak. Anak
akan dinilai secara berbeda dalam arti dikurangi skornya
apabila ia terlibat dalam tindakan yang
kurang bermoral atau
sebaliknya, siswa yang
menunjukkan penampilan dan
sikap yang baik akan mendapat skor tambahan.
8.
Materi pembelajaran
Materi pelajaran
pada semua bidang
studi atau bidang
yang paling cocok
dapat memasukkan materi
budaya itu dalam
pembelajaran. Perlu ada
bidang studi Pendidikan
Multikultural tersendiri di
sekolah dasar untuk
lebih mengenalkan budaya
secara lebih terencana,
terorganisir dan matang,
bukan seked ar dititipkan pada
materi yang ada pada bidang studi yang lain.
9.
Gaya dan strategi
mengajar
Tentunya guru
yang sedang mengajar
anak didiknya tentunya
sarat dengan nilai
budaya. Guru memiliki ideologi
dan nilai - nilai budaya
yang diperoleh sepanjang
hidupnya. Hal itu
tentunya sangat mewarnai
gaya dan strategi
mengajar yang guru gunakan di sekolah .
10.
Sikap, persepsi,
kepercayaan dan perilaku staf sekolah
Seluruh staf
yang mendukung pembelajaran akan
sangat membantu menciptakan
kondisi pembelajaran yang
diinginkan dan begitu
juga sebaliknya. Staf
sekolah bukan sekedar
berurusan dengan benda
mati seperti kertas, penggaris, alat tulis atau tanaman
yang ada di sekolah, namun bergaul
dengan seluruh komponen
sekolah. Sikap sinis
dan tidak peduli
dari staf sekolah akan
sangat mempengaruhi kinerja
sekolah. Untuk itu
perlulah memilih orang
yang benar - benar cocok
untuk profesi itu (Sutarno, 2010: 6).
- Peranan Sekolah Dasar sebagai Lembaga Pengembangan
Budaya
Manusia
sebagai makhluk sosial
(zoon politicon) menurut
Aristoteles adalah makhluk yang
senantiasa ingin hidup
berkelompok. Pendapat senada menyatakan bahwa
manusia adalah homo politicus. Manusia dalam
hal ini tidak bisa menyelesaikan segala
permasalahannya sendiri, dia membutuhkan orang lain baik untuk memenuhi
kebutuhannya maupun untuk menjalankan perannya selaku makhluk hidup. (Roqib
& Nurfuadi, 2009:131)
Bentuk
umum proses sosial
adalah interaksi sosial
(yang juga dapat dinamakan proses sosial)
karena interaksi sosial
merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.
Bentuk lain proses sosial
hanya merupakan bentuk-bentuk
khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial
yang dinamis yang
menyangkut hubungan antara
orang-perorangan, antara kelompok
- kelompok manusia, maupun antar orang-perorangan dengan kelompok
manusia. Apabila dua
orang bertemu, interaksi
sosial dimulai pada saat
itu. Mereka saling
menegur, berjabat tangan,
saling berbicara atau bahkan
mungkin berkelahi. Aktivitas - aktivitas semacam
itu merupakan bentuk - bentuk
interaksi sosial. Walaupun orang - orang yang bertemu muka tersebut tidak
saling berbicara atau tidak
saling menukar tanda - tanda, interaksi
sosial telah terjadi karena
masing -masing sadar akan
adanya pihak lain
yang menyebabkan perubahan-
perubahan dalam perasaan maupun
syaraf orang - orang yang bersangkutan, yang
disebabkan oleh misalnya bau
keringat, minyak wangi,
suara berjalan, dan sebagainya. (Soekanto, 2012:55)
Sekolah
disamping sebagai tempat
untuk mengembangkan kompetensi juga untuk mengembangkan kepekaan sosial
di lingkungannya agar interaksi di lingkungannya berjalan dengan baik. Karakter siswa
bisa dilihat dan
dinilai ketika seseorang tersebut berinteraksi dengan orang lain, Salah
satu sifat manusia selain sebagai
makhluk individual adalah juga
sebagai makhluk sosial. Dengan
demikian kompetensi merupakan indikator yang menunjuk kepada perbuatan yang
dapat diamati, dan
sebagai konsep yang
mencakup aspek- aspek pengetahuan, keterampilan, nilai,
dan sikap, serta
tahap - tahap pelaksanaannya secara
utuh. (Mulyasa, 2005:40) Manusia
sebagai makhluk individual
mempunyai dorongan atau motif untuk
mengadakan hubungan dengan
orang lain atau manusia mempunyai dorongan sosial. Sebagai makhluk
sosial, maka manusia
adalah makhluk yang tak
bisa hidup tanpa bantuan
dari orang lain
karena manusia harus
mampu berinteraksi dalam masyarakat secara luas. Sebagaimana yang dikemukakan Buchari Alma kompetensi
sosial adalah kemampuan dalam berkomunikasi
dan berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sekolah maupun di luar
lingkungan sekolah. (Wibowo & Hamrin, 2012: 124).
Multikultural adalah suatu realita
masyarakat dan bangsa Indonesia. Realita tersebut memang berposisi sebagai
objek dalam proses pengembangan perencanaan dan
pelaksanaan pendidikan, termasuk
di dalamnya Pendidikan
Multikultural. Tetapi posisi sebagai objek yang terabaikan dalam
pengembangan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran ini berubah menjadi
subjek yang menentukan dalam implementasinya. Sekalipun sebenarnya
multikultural menjadi penentu dalam implementasi tetapi tetap tidak dijadikan
landasan ketika guru mengembangkan pembelajaran. Padahal multikultural itu
berpengaruh langsung terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran,
kemampuan sekolah dalam memberikan pengalaman belajar, dan kemampuan siswa
dalam proses belajar serta mengolah informasi menjadi sesuatu yang dapat
diterjemahkan sebagai hasil belajar. Oleh karena itu, multikultural tersebut
harus menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan filsafat, teori,
visi, pengembangan pembelajaran pendidikan, termasuk di dalamnya Pendidikan
Multikultural.
Konsep multikulturalisme menekankan
pentingnya memandang dunia dari bingkai referensi budaya yang berbeda, dan
mengenal serta manghargai kekayaan ragam budaya di dalam Negara dan di dalam
komunitas global. Multikulturalisme menegaskan
perlunya menciptakan
perbedaan yang berkaitan
dengan ras, etnis, gender, orientasi
seksual, keterbatasan, dan
kelas sosial diakui
dan seluruh siswa dipandang sebagai
sumber yang berharga untuk memperkaya proses
belajar mengajar. (Al Arifin, 2012).
Sekolah dasar mempunyai peran dalam
pendidikan multikultural. Sekolah dasar berperan sebagai edukator dimana
sekolah dasar merupakan media transformasi sosial, budaya dan multikulturalisme,
pendidikan mampu memberi dan mencerdaskan melalui cara mendesain materi,
metode, kurikulum yang mampu menyadarkan siswa akan pentingnya sikap toleran,
menghormati perbedaan agama, etnis, dan budaya. Sekolah dasar berperan sebagai
motivator dimana pendidikan multikultural menjadikan minat, sikap, motivasi
belajar, gaya belajar siswa sesuai dengan individu siswa dan tidak adanya diskriminasi
dalam pembelajaran.
Sekolah dasar berperan sebagai fasilitator
dimana proses belajar mengajar memfasilitasi pembelajaran yang menghargai keragaman dan
perbedaan, toleran dan sikap terbuka, guru berperan memahami perbedaan setiap
anak dan berperan membangun hubungan yang humanis kepada setiap anak. Sekolah
dasar berperan sebagai pengembang dimana sekolah dasar menganalisis
faktor-faktor potensial bernuansa multikultural, menetapkan pendekatan, metode,
dan media pembelajaran berbasis multikultural, dan menyusun rancangan
pembelajaran berbasis multikultural. Dengan
peran sekolah dasar dalam pendidikan multikultural maka peserta didik
pada tingkat sekolah dasar bisa mengerti
bagaimana sikap toleran, menghormati perbedaan agama, etnis, dan budaya dan
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kebhinekan bukan sebuah ancaman melainkan
kekuatan bagi bangsa Indonesia.
Lingkungan sekolah
secara keseluruhan merupakan
suatu sistem yang
terdiri dari sejumlah
variabel dan faktor
utama yang dapat
diidentifikasi sebagai budaya sekolah, kebijakan dan politik
sekolah, serta kurikulum formal dan bidang
studi. Sekolah sebagai
sistem sosial pada
hakikatnya merupakan susunan
dari peran dan
status yang berbeda - beda, dimana
masing - masing bagian tersebut
terkonsentrasi pada satu
kekuatan legal struktural
yang menggerakkan daya
orientasi demi mencapai
tujuan tertentu. Sekolah dasar mempunyai peran dalam pendidikan multikultural.
Multikultural adalah suatu realita masyarakat
dan bangsa Indonesia. Realita tersebut memang berposisi sebagai objek dalam
proses pengembangan perencanaan dan
pelaksanaan pendidikan, termasuk
di dalamnya Pendidikan
Multikultural. Konsep multikulturalisme menekankan pentingnya memandang
dunia dari bingkai referensi budaya yang berbeda, dan mengenal serta menghargai
kekayaan ragam budaya di dalam Negara dan di dalam komunitas global.
Multikulturalisme menegaskan perlunya menciptakan perbedaan yang
berkaitan dengan ras,
etnis, gender, orientasi seksual, keterbatasan, dan kelas
sosial diakui dan
seluruh siswa dipandang sebagai
sumber yang berharga untuk memperkaya proses
belajar mengajar. (Al Arifin, 2012).
Sekolah dasar berperan sebagai edukator dimana
sekolah dasar merupakan media transformasi sosial, budaya dan
multikulturalisme, pendidikan mampu memberi dan mencerdaskan melalui cara
mendesain materi, metode, kurikulum yang mampu menyadarkan siswa akan
pentingnya sikap toleran, menghormati perbedaan agama, etnis, dan budaya.
Sekolah dasar berperan sebagai motivator dimana pendidikan multikultural
menjadikan minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar siswa sesuai dengan
individu siswa dan tidak adanya diskriminasi dalam pembelajaran. Lalu Sekolah dasar berperan sebagai fasilitator juga Sekolah dasar
berperan sebagai pengembang
B.
Saran
Pendidikan Multikultural
harus bisa diterapkan di sekolah dasar karena ilmu yang didapatkan
dari kecil atau SD itu ibarat menulis di atas batu jadi sulit hilang caranya dengan
menggunakan berbagai metode yang cocok dalam mengajar agar peserta didik
bisa mengenal budaya yang ada di indonesia dengan baik. Inilah pentingnya
seorang pendidik karena sekolah dasar berperan sebagai fasilitator dimana proses
belajar mengajar memfasilitasi
pembelajaran yang menghargai keragaman dan perbedaan, toleran dan sikap
terbuka, guru harus bisa berperan memahami perbedaan setiap anak dan berperan
membangun hubungan yang humanis kepada setiap anak.
DAFTAR RUJUKAN
Wibowo, A. &
Hamrin. (2012). Menjadi Guru Berkarakter:
Strategi Membangun Kompetensi dan Karakter Guru. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Al Arifin, A. H. (2012). Implementasi
Pendidikan Multikultural dalam Praksis Pendidikan di Indonesia. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan
Aplikasi, 1(1).
Kholik, N. (2017). Peranan Sekolah Sebagai
Lembaga Pengembangan Pendidikan Multikultural. Jurnal Tawadhu, 1(2),
250-254.
Roqib, M &
Nurfuadi. (2009). Kepribadian Guru.
Yogyakarta: Grafindo Litera Media.
Mulyasa, E. (2005).
Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep,
Karakteristik, Dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Soekanto,
Soerjono. (2012). Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers.
Sutarno.
(2010). PJJ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar