1. MASA PEMERINTAHAN REPUBLIK BATAAF (1795 - 1806)
Pada abad ke-18 terjadi
perubahan tatanan geopolitik di Belanda. Munculah kelompok yang menamakan
dirinya kaum patriot. Kaum ini terpengaruh oleh semboyan Revolusi Perancis:
liberte (kemerdekaan), egalite (persamaan), dan fraternite (persaudaraan).
Berdasarkan ide dan paham yang digelorakan dalam Revolusi Perancis itu maka
kaum patriot m enghendaki
perlunya negara kesatuan
Bertepatan
dengan keinginan itu pada awal abad ke-18 pasukan Perancis menyerbu Belanda.
Belanda takluk dan Raja Willem V selaku kepala pemerintahan Belanda melarikan
diri ke Inggris. Belanda dikuasai Perancis. Selanjutnya di Belanda dibentuk
pemerintahan baru bernama Republik Bataaf (1795-1806) yang dipimpin oleh
Louis Napoleon saudara Napoleon Bonaparte.
Sementara itu dalam pengasingan, Raja Willem V oleh pemerintah Inggris
ditempatkan di Kota Kew. Raja Willem V kemudian mengeluarkan perintah yang
terkenal dengan “Surat-surat Kew”. Isi
perintah itu adalah agar para penguasa di negeri jajahan Belanda menyerahkan
wilayahnya kepada Inggris bukan kepada Perancis.
Pihak Inggris kemudian
bergerak cepat dengan mengambil alih wilayah - wilayah jajahan Belanda di
Hindia Belanda salah satunya Padang pada tahun 1795, selanjutnya Ambon dan
Banda pada tahun 1796. Inggris juga memperkuat armada laut untu memblokade
Batavia.
AKHIR REPUBLIK BATAAF
Letak geografis Belanda
yang
dekat dengan Inggris menyebabkan Napoleon Bonaparte merasa perlu menduduki
Belanda. Pada tahun 1806, Perancis membubarkan Republik Bataaf dan
membentuk Kerajaan Belanda (Kominkrijk
Holland). Napoleon
kemudian mengangkat Louis Napoleon sebagai Raja Belanda dan berarti sejak saat itu
pemerintahan yang berkuasa di Nusantara adalah pemerintahan Belanda-Perancis.
A. MASA PEMERINTAHAN DAENDELS (1808-1811)
Herman Willem Deandels adalah
Gubernur Jendral pertama Belanda di
Hindia-Belanda, ia diangakat atas saran Kaisar Napoleon Bonaparte,
menggantikan Gubernur-Jenderal Albertus Wiese dan untuk
mengisi kekosongan kekuasaan akibat dibubarkannya VOC.
Daendels
adalah kaum patriot dan liberal dari Belanda yang sangat dipengaruhi oleh
ajaran Revolusi Perancis. Daendels ingin menanamkan jiwa kemerdekaan, persamaan
dan persaudaraan di lingkungan masyarakat Hindia. Oleh karena itu, ia ingin
memberantas praktik-praktik feodalisme. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat
lebih dinamis dan produktif untuk kepentingan negeri induk (Republik Bataaf).
Daendels melakukan beberapa langkah strategis untuk
menjalankan tugasnya, antara lain :
1)
Bidang pertahanan dan keamanan:
v Daendels
membangun benteng-benteng pertahanan baru
v Daendels
mebangun pangkalan angkatan laut di Anyer, Merak, Surabaya, dan Ujungkulon
v Daendels
meningkatkan jumlah tentara
v Daendels
mebangun Jalan Daendles dari Anyer, banten sampai Panarukan, jatim (1.100 km)
v Daendels
melakukan pembangunan dilaksanakan dengan sistem kerja rodi
2) Bidang Politik dan Pemerintahan :
v Membentuk
sekretariat negara untuk membereskan masalah administarsi
v Membentuk
kantor pengadilan di Batavia dan Suarabaya
v Memindahkan
pusat pemerintahan dari Batavia ke Weltevreden
v Mengganti
raja-araja yang dianggap mengahalangi Belanda dan mengangkat Raja baru sesuai
keinginan Belanda
v Merombak
sistem feodal dan menggantinya dengan pemerintahan Barat Modern
v Mengangkat
penguasa daerah sebagai pegawai pemerintah kolonial
v Membagi
pulau Jawa menjadi 23 keresidenan
v Merombak
Provinsi Jawa Pnatai Timur Laut menjadi lima prefektur (wilayah yang memiliki
otoritas)
3) Bidang peradilan :
v Dalam
bidang hukum Daendels membentuk 3 jenis pengadilan, yaitu :
1. Pengadilan
utuk orang Eropa
2. Pengadilan untuk orang timur asing
3. Pengadilan untuk orang Pribumi. Pengadilan untuk orang pribumi
ada di setiap Prefectur
dengan
Prefect sebagai ketua dan para bupati
sebagai anggota.
v Pemberantasan
korupsi tanpa
pandang bulu termasuk pada bangsa Eropa. Akan
tetapi ia sendiri melakukan korupsi besar - besaran dalam kasus penjualan tanah kepada
pihak swasta.
4) Bidang Ekonomi dan Keuangan :
v Memaksa
para penguasa di Jawa untuk menggabungkan diri ke dalam wilayah pemerintahan
kolonial
v Melakukan
pemungutan pajak
v Meningkatkan
hasil bumi berupa tanaman - tanaman yang laku di pasaran dunia
v Penyerahan
wajib hasil pertanian bagi pribumi
v Melakuakan
penjualan tanah kepada pihak swasta
v Mengeluarkan
uang kertas
v Memebentuk
Dewan Pengawasan Keuangan (DPK)
5) Bidang Sosial :
v Menghapus
upacara penghormatan kepada residen, sunan atau sultan.
v Membuat
jaringan pos distrik dengan menggunakan kuda pos.
AKIBAT PEMERINTAHAN DAENDELS
- Rakyat Indonesia mengalami penderitaan yg sangat hebat. Selain dituntut untuk membayar pajak-pajak pemerintah, mereka juga diharuskan terlibat dalam kerja paksa (rodi). Kerja Rodi membuat rakyat yang miskin menjadi semakin menderita, apalagi kerja rodi dalam pembuatan pangkalan di Ujungkulon, karena lokasi yang begitu jauh, sulit dicapai dan penuh dengan sarang nyamuk malaria. Oleh karena itu, wajar kalau kemudian banyak rakyat Hindia yang jatuh sakit bahkan banyak yang meninggal.
- Penderitaan rakyat kecil semakin bertambah akibat dari tindakan sewenang-wenang para pemilik tanah.
- Ribuan rakyat Indonesia meninggal dalam pembuatan jalan raya anyer-panarukan.
AKHIR
PEMERINTAHAN DAENDELS
Daendels sebenarnya
seorang liberal, tetapi setelah tiba di Indonesia berubah menjadi seorang
diktator yang bertindak kejam dan sewenang-wenang. Sikapnya yang otoriter terhadap raja-raja Banten, Yogyakarta, Cirebon menimbulkan pertentangan dan
perlawanan. Ia juga melakukan penyelewengan dalam kasus penjualan tanah kepada pihak swasta dan manipulasi penjualan Istana Bogor. Akibatnya, pemerintahannya
banyak menimbulkan kritik, baik dari dalam maupun luar negeri, akhirnya
Daendels dipanggil pulang ke negeri Belanda. Kemudian Louis Napoleon mengangkat
Jansen sebagai gubernur jenderal yang baru menggantikan Daendels
B. PEMERINTAHAN JANSSENS (1811)
Pada Bulan Mei tahun 1811,
Daendels dipanggil oleh Louis Napoleon untuk kembali ke negara Belanda.
Sepeninggal Daendels sebagai Gubernur Jendral, ia digantikan oleh Jan Willem
Janssens yang sebelumnya menjabat sebagai Gubernur Jendral di Tanjung Harapan
(Afrika Selatan) pada tahun 1802 - 1806. Pada tahun 1806, Janssens terusir dari
Tanjung Harapan karena Tanjung Harapan jatuh ke tangan Inggris.
tahun 1810,
Janssens ditunjuk menggantikan Daendels untuk memimpin Jawa dan resmi menjadi
Gubernur Jendral di Hindia Belanda pada tahun 1811. Janssens berusaha
memperbaiki keadaan di Hindia Belanda, namun Inggris sebagai musuh dari Belanda
pada saat itu telah menguasai beberapa wilayah di Nusantara. Disisi lain, Lord
Minto memerintahkan Thomas Stamford Raffles (pemimpin serangan Inggris) untuk
menguasai pulau Jawa. Raffles pun menyiapkan serangan dan pergi ke Jawa.
Pengalaman pahitpun dirasakan Janssens untuk kedua kalinya karena dalam
perkembangannya ia terusir dari tanah jajahannya.
Pada tanggal 4 Agustus
1811, sebanyak 60 kapal Inggris sudah berada di Batavia. Kemudian pada 26
Agustus 1811, Batavia mampu dikuasai Inggris dibawah kepemimpinan Raffles.
Janssens kemudian lari ke Semarang dan bergabung dengan Legiun Mangkunegara
serta prajurit Yogyakarta dan Surakarta. Pasukan Inggris masih mengejarnya
hingga berhasil dipukul mundur. Janssens kemudian lari ke daerah Salatiga
tepatnya di Tuntang. Penyerahan Janssen secara resmi ke pihak Inggris ditandai
dengan adanya Kapitulasi Tuntang pada tanggal 18 September 1811
Isi
Kapitulasi Tuntang sbb:
- Pulau Jawa dan sekitarnya yang dikuasai Belanda diserahkan kepada Inggris
- Semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris
- Orang-orang Belanda dapat dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris
2.
PERKEMBANGAN KOLONIALISME INGGRIS DI
INDONESIA (1811-1816)
Ditanda tanganinya
Kapitulasi Tuntang merupakan awal dari masa kolonialisme Inggris di Indonesia.
Gubernur Jenderal Lord Minto secara resmi mengangkat Raffles sebagai
penguasanya. Pusat pemerintahan Inggris berkedudukan di Batavia. Sebagai
penguasa di Hindia, Raffles mulai melakukan langkah-langkah untuk memperkuat
kedudukan Inggris di tanah jajahan.
Dalam rangka
menjalankan pemerintahannya, Raffles berpegang pada tiga prinsip.
Pertama, segala bentuk kerja rodi dan penyerahan wajib dihapus, diganti
penanaman bebas oleh rakyat. Kedua, peranan para bupati sebagai pemungut pajak
dihapuskan dan para bupati dimasukkan sebagai bagian pemerintah kolonial.
Ketiga, atas dasar pandangan bahwa tanah itu milik pemerintah, maka rakyat
penggarap dianggap sebagai penyewa. Berangkat dari tiga prinsip itu Raffles
melakukan beberapa langkah, baik yang menyangkut bidang politik pemerintahan
maupun bidang sosial ekonomi.
KEBIJAKAN RAFFLES DI NUSANTARA
1). Bidang Pemerintahan
Raffles berusaha menghapus pemerintahan feodal yang
telah mengakar kuat di Indonesia. Kebijakan dalam bidang pemerintahan
diantarnya:
- Menjalin hubungan baik dengan penguasa-penguasa lokal yang anti terhadap Belanda
- Membagi Pulau Jawa menjadi 16-18 keresidenan, dengan setiap keresiden mempunyai kepala residen.
- Mengangkat para bupati sebagai pegawai pemerintah sehingga mereka mendapat gaji dalam bentuk uang.
- Raffles sering mencampuri urusan kerajaan-kerajaan lokal, dalam setiap konflik ia selalu mencari posisi aman agar menghasilkan keuntungan bagi Inggris
2).
Bidang Ekonomi :
- Pelaksanaan sistem sewa tanah atau pajak tanah (land rent) yang kemudian meletakkan dasar bagi perkembangan sistem perekonomian uang
- Penghapusan pajak dan penyerahan wajib hasil bumi
- Penghapusan kerja rodi dan perbudakan
- Melaksanakan monopoli.
- Menetapka desa sebagai unit adiministrasi pemerintahan. ditempatkannya desa sebagai unit administrasi pelaksanaan pemerintah, dimaksudkan agar desa menjadi lebih terbuka sehingga bisa berkembang. Kalau desa berkembang maka produksi juga akan meningkat, hidup rakyat bertambah baik, sehingga hasil penarikan pajak tanah juga akan bertambah besar.
- Menjual tanah kepada pihak swasta dan melanjutka usaha menananam kopi
- Memberlakukan tanam bebas kepada rakyat. kebebasan bagi para petani untuk menanam tanaman yang sekiranya lebih laku di pasar dunia, seperti kopi, tebu, dan nila
3). Bidang Hukum :
- Sistem peradilan yang diterapkan Raffles lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh Daendels. Daendels berorientasi pada warna kulit (ras). Sedangkan Raffles lebih berorientasi pada besar-kecilnya kesalahan. Menurut Raffles, pengadilan merupakan benteng untuk memperoleh keadilan. Oleh karena itu, harus ada benteng yang sama bagi setiap warga negara.
- Raffles memang orang yang berpandangan maju. Ia ingin memperbaiki tanah jajahan, termasuk ingin meningkatkan kemakmuran rakyat. Tetapi dalam pelaksanaan di lapangan menghadapi berbagai kendala. Budaya dan kebiasaan petani sulit diubah, pengawasan pemerintah kurang, dalam mengatur rakyat peran kepala desa dan bupati lebih kuat dari pada asisten residen yang berasal dari orang-orang Eropa.
- Raffles juga sulit melepaskan kultur sebagai penjajah. Kerja rodi, perbudakan dan juga monopoli masih juga dilaksanakan. Misalnya kerja rodi untuk pembuatan dan perbaikan jalan ataupun jembatan, dan melakukan monopoli garam. Secara umum Raffles boleh dikatakan kurang berhasil untuk mengendalikan tanah jajahan sesuai dengan idenya. Pemerintah Inggris tidak mendapat keuntungan yang berarti. Sementara rakyat juga tetap menderita
4). Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
- Ditulisnya buku berjudul History of Java. Dalam menulis buku tersebut, Raffles dibantu oleh juru bahasanya Raden Ario Notodiningrat dan Bupati Sumenep, Notokusumo II.
- Memberikan bantuan kepada John Crawfurd (Residen Yogyakarta) untuk mengadakan penelitian yang menghasilkan buku berjudul History of the East Indian Archipelago, tahun 1820.
- Raffles juga aktif dalam mendukung Bataviaach Genootschap, sebuah perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
- Ditemukannya bunga bangkai yang akhirnya diberi nama Rafflesia Arnoldi.
- Dirintisnya Kebun Raya Bogor.
AKHIR PEMERINTAHAN
RAFFLES
v Pemerintahaan
Raffles hanya bertahan sampai tahun 1816
v Keadaan di
negeri jajahan rupanya sangat bergantung pada keadaan di negeri Eropa
v Pada tahun 1814
Napoleon Bonaparte kalah melawan raja–raja di Eropa dalam perang koalisi
v Untuk
memulihkan kembali keadaan Eropa maka diadakan konggres Wina 1814 sedangkan
antara Inggris dan Belanda ditindaklanjuti Convention of London 1814
Berakhirnya pemerintah Raffles di
Indonesia ditandai dengan adanya Convention
of London pada tahun 1814. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh wakil-wakil
Belanda dan Inggris.
Isi Convention of
London:
- Belanda menerima kembali jajahan yang di serahkan kepada inggris dalam perjanjian kapitulasi tuntang.
- Ingris menperoleh tanjung harapan dan srilangka dari inggris Konsekuensi dari perjanjian tersebut maka Inggris meninggalkan Pulau Jawa. Raffles kemudian menduduki pos di Bengkulu. Pada tahun 1819 Inggris berhasil memperoleh Singapura dari Sultan Johor.
¥
Raffles yang sudah terlanjur tertarik kepada Indonesia
sangat menyesalkan lahirnya Convention of London.
¥
Akan tetapi, Raffles cukup senang karena bukan ia yang
harus menyerahkan kekuasaan kepada Belanda, melainkan penggantinya yaitu John
Fendall, yang berkuasa hanya lima hari.
¥
Raffles kemudian diangkat menjadi gubernur di Bengkulu
yang meliputi wilayah Bangka dan Belitung.
¥
Karena pemerintahan Raffles berada di antara dua masa
penjajahan Belanda, pemerintahan Inggris itu disebut sebagai masa interregnum
(masa peralihan).
Pada Tahun 1824 Inggris dan Belanda kembali berunding
melalui Treaty Of London tahun 1824 isinya antara lain menegaskan :
- Belanda memberikan Malaka kepada Inggris dan sebaliknya Inggris memberikan Bengkulu kepada Belanda.
- Belanda dapat berkuasa di sebelah selatan garis paralel Singapura sedangkan Inggis di sebelah Utaranya.
3.
MASA PEMERINTAHAN KOLONIAL BELANDA (1816-1942)
A. KEKUASAAN KOMISARIS JENDERAL
Berdasarkan Konvensi London, Belanda
kembali memiliki ha katas wilayah Indonesia. Kekuasaan Belanda di Indonesia
pada periode tersebut dijalankan oleh komisaris jendra. Pembentukan komisaris
jendral dilakukan atas saran dari Pangeran Willem VI.
Pada mulanya, pemerintahan ini
merupakan pemerintahan kolektif yang terdiri atas tiga orang, yaitu Flout,
Buyskess, dan van der Capellen. Mereka berpangkat komisaris jenderal.
Pemerintahan kolektif itu bertugas menormalisasikan keadaan lama (Inggris) kea
lam baru (Belanda). Masa peralihan itu hanya berlangsung dari tahun 1816-1819.
Pada tahun 1919, kepala pemerintahan mulai dipegang oleh seorang gubernur
jenderal, yaitu van der Capellen (1816-1824).
Dalam menjalankan pemerintahannya,
komisaris jenderal melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Sistem residen tetap
dipertahankan,
2. Dalam bidang hukum, sistem
juri dihapuskan,
3. Kedudukan para bupati
sebagai penguasa feudal/feodal tetap dipertahankan,
4. Desa sebagai satu kesatuan
unit tetap dipertahankan dan para penguasanya dimanfaatkan untuk pelaksanaan
pemungutan pajak dan hasil bumi,
5. Dalam bidang ekonomi
memberikan kesempatan kepada pengusaha-pengusaha asing untuk menanamkan
modalnya di Indonesia.
Pada kurun waktu 1816-1830,
pertentangan antara kaum liberal dan kaum konservatif terus berlangsung. Persoalan
pokoknya tentang sistem yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi
negeri induk. Kaum liberal berkeyakinan bahwa tanah jajahan akan memberi
keuntungan besar bagi negeri induk apabila urusan eksploitasi ekonomi
diserahkan kepada orang-orang swasta Barat. Pemerintah hanya mengawasi jalannya
pemerintahan dan memungut pajak. Kaum konservatif berpendapat sebaliknya, bahwa
sistem pemungutan hasil bumi oleh pemerintah secara langsung akan menguntungkan
negeri induknya. Kaum konservatif meragukan sistem liberal karena keadaan tanah
jajahan belum memenuhi syarat.
Para komisaris jenderal kemudian
mengambil jalan tengah. Di satu pihak, pemerintah tetap berusaha menangani
penggalian kekayaan tanah jajahan bagi keuntungan negeri induknya. Di lain
pihak, mencari jalan melaksanakan dasar-dasar kebebasan. Pada masa pemerintahan
Gubernur Jenderal van der Capellen juga dilaksanakan sistem politik yang
dualistis. Pada satu pihak melindungi hak-hak kaum pribumi, di lain pihak
memberi kebebasan kepada pengusaha-pengusaha swasta Barat untuk membuka
usahanya di Indonesia selama tidak mengancam kehidupan penduduk.
Berbagai jalan tengah telah
diupayakan, tetapi ternyata kurang memberikan keuntungan bagi negeri induk.
Sementara itu, kondisi di negeri Belanda dan di Indonesia semakin memburuk.
Oleh karena itu, usulan van den Bosch untuk melaksanakan cultuur
stelsel (tanam paksa) diterima dengan baik karena dianggap dapat memberikan
keuntungan yang besar bagi negeri induk.
B.
SISTEM TANAM PAKSA
Ø Sistem Tanam
Paksa merupakan kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Belanda. Sistem Tanam
Paksa merupakan kebijakan yang mengharuskan rakyat menanam tanaman yang
dikehendaki oleh Belanda. Sebenarnya, sistem ini merupakan penggabungan antara
sistem penyerahan wajib dan sistem pajak tanah. Pemerintah Belanda lebih
mengutamakan komoditi ekspor yang laku di pasaran dunia. Tanaman yang wajib
ditanam antara lain kopi, tebu, tembakau, teh dan nila.
Ø Sistem Tanam
Paksa mulai di berlakukan pada tahun 1830. Kebijakan ini dikeluarkan oleh Gubernur
Jenderal Johannes Van den Bosch.
Ø Sistem
Tanam Paksa di latar belakangi oleh kegagalan dari pelaksanaan sistem sewa
tanah (ladrente) pada masa pemerintahan
komisaris jendral. Selain itu, karena
pada tahun 1830 Belanda hampir bangkrut setelah terlibat Perang Diponegoro.
Ø Pada
sistem ini, lahan yang dipakai adalah lahan milik orang – orang pribumi,
sedangkan tenaga kerja berasal dri orang – orang desa di Jawa yang dibujuk
bahkan dipaksa oleh para penguasa (lokal) desa mereka.
Ø Kebijakan
Tanam Paksa ini lebih kejam daripada sistem monopoli VOC.
KETENTUAN SISTEM TANAM PAKSA
Ø Ketentuan
Tanam Paksa diatur dalam Staatsblad Nomor
22 Tahun 1834.
a) Tanah
yang diserahkan kepada pemerintah bebas pajak.
b) Pekerjaan
menanam tidak boleh melebihi waktu menanam padi
c) Hasil
tanaman wajib harus diserahkan kepada Pemerintah Belanda.
d) Kegagalan
panen karena bencana alam ditanggung pemerintah Belanda
e) Penggarapan
tanah untuk tanaman wajib diawasi oleh kepala pribumi atau pegawai Belanda
Ø Ketentuan
Penanaman
Setiap
desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor,
khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah
kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada
pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75
hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam
pajak.
PELAKSANAAN TANAM PAKSA
Ø Ketentuan
yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda dalam sistem tanam paksa
tampak mudah dan menguntungkan, baik bagi pemerintah maupun rakyat. Namun, pada
pelaksanaannya banyak terjadi penyimpangan.Dalam pelaksanaan sistem ini,
pemerintah colonial Belanda memberikan persenan kepada penguasa pribumi yang
mampu menyetorkan hasil lebih banyak dari ketentuan. Akibatnya, para penguasa
pribumi berusaha meningkatkan setorannya dengan melakukan penekanan kepada
petani dalam penyerahan hasil panen.
Ø Bagi pemerintah kolonial Hindia Belanda,
sistem ini berhasil luar biasa. Karena antara 1831-1871 Batavia tidak
hanya bisa membangun sendiri, melainkan punya hasil bersih 823 juta gulden
untuk kas di Kerajaan Belanda. Umumnya, lebih dari 30 persen anggaran belanja
kerajaan berasal kiriman dari Batavia. Pada 1860-an, 72%
penerimaan Kerajaan Belanda disumbang dari Oost Indische
atau Hindia Belanda. Langsung atau tidak langsung, Batavia menjadi sumber
modal. Misalnya, membiayai kereta api nasional Belanda yang serba mewah. Kas
kerajaan Belanda pun mengalami surplus.
Badan operasi
sistem tanam paksa Nederlandsche Handel Maatchappij (NHM) merupakan
reinkarnasi VOC yang telah bangkrut.
Akibat tanam
paksa ini, produksi beras semakin berkurang, dan harganya pun melambung. Pada
tahun 1843, muncul
bencana kelaparan di Cirebon, Jawa Barat. Kelaparan juga melanda Jawa
Tengah, tahun 1850.
Sistem tanam
paksa yang kejam ini, setelah mendapat protes keras dari berbagai kalangan di
Belanda, akhirnya dihapus pada tahun 1870, meskipun untuk
tanaman kopi di luar Jawa masih terus berlangsung sampai 1915. Program yang
dijalankan untuk menggantinya adalah sistem sewa tanah dalam UU
Agraria 1870.
KRITIK - KRITIK YANG DILAKUKAN TERHADAP BELANDA
DAMPAK
SISTEM TANAM PAKSA
Ø Dalam bidang
pertanian
Cultuurstelsel menandai
dimulainya penanaman tanaman komoditi pendatang di Indonesia secara luas. Kopi
dan teh, yang semula hanya ditanam untuk kepentingan keindahan taman mulai
dikembangkan secara luas. Tebu, yang merupakan tanaman asli, menjadi populer
pula setelah sebelumnya, pada masa VOC, perkebunan hanya berkisar pada tanaman
"tradisional" penghasil rempah-rempah
seperti lada,
pala, dan cengkeh.
Kepentingan peningkatan hasil dan kelaparan yang melanda Jawa akibat merosotnya
produksi beras meningkatkan kesadaran pemerintah koloni akan perlunya
penelitian untuk meningkatkan hasil komoditi pertanian,
dan secara umum peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pertanian.
Walaupun demikian, baru setelah pelaksanaan UU Agraria 1870 kegiatan penelitian
pertanian dilakukan secara serius.
Ø Dalam bidang
sosial
Dalam bidang
pertanian, khususnya dalam struktur agraris tidak mengakibatkan adanya
perbedaan antara majikan dan petani kecil penggarap sebagai budak, melainkan
terjadinya homogenitas sosial dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan dalam
pembagian tanah. Ikatan antara penduduk dan desanya semakin kuat hal ini
malahan menghambat perkembangan desa itu sendiri. Hal ini terjadi karena
penduduk lebih senang tinggal di desanya, mengakibatkan terjadinya
keterbelakangan dan kurangnya wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduknya.
Ø Dalam bidang
ekonomi
Dengan adanya
tanam paksa tersebut menyebabkan pekerja mengenal sistem upah yang sebelumnya
tidak dikenal oleh penduduk, mereka lebih mengutamakan sistem kerjasama dan
gotong royong terutama tampak di kota-kota pelabuhan maupun di pabrik-pabrik
gula. Dalam pelaksanaan tanam paksa, penduduk desa diharuskan menyerahkan
sebagian tanah pertaniannya untuk ditanami tanaman eksport, sehingga banyak
terjadi sewa menyewa tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara
paksa. Dengan demikian hasil produksi tanaman eksport bertambah,mengakibatkan
perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian di
Indonesia di kemudian hari.
Akibat lain
dari adanya tanam paksa ini adalah timbulnya “kerja rodi” yaitu suatu
kerja paksa bagi penduduk tanpa diberi upah yang layak, menyebabkan
bertambahnya kesengsaraan bagi pekerja. Kerja rodi oleh pemerintah kolonial
berupa pembangunan-pembangunan seperti; jalan-jalan raya, jembatan, waduk,
rumah-rumah pesanggrahan untuk pegawai pemerintah kolonial, dan benteng-benteng
untuk tentara kolonial. Di samping itu, penduduk desa se tempat diwajibkan
memelihara dan mengurus gedung-gedung pemerintah, mengangkut surat-surat,
barang-barang dan sebagainya. Dengan demikian penduduk dikerahkan melakukan
berbagai macam pekerjaan untuk kepentingan pribadi pegawai-pegawai kolonial dan
kepala-kepala desa itu sendiri.
C.
POLITIK LIBERAL (SISTEM USAHA SWASTA)
Sebelum tahun 1870, Indonesia
dijajah dengan model imperialism kuno (ancient imperialism), yaitu
dikeruk kekayaannya saja. Setelah tahun 1870, di Indonesia diterapkan
imperialism modern (modern imperialism). Sejak saat itu diterapkan opendeur politiek, yaitu politik pintu terbuka terhadap
modal-modal swasta asing. Pelaksanaan politik pintu terbuka tersebut diwujudkan
melalui penerapan system politik ekonomi liberal.
1) Latar Belakang Sistem Politik
Ekonomi Liberal
- Pelaksanaan system tanam paksa telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi, tetapi hanya memberikan keuntungan kepada pihak Belanda secara besar-besaran.
- Berkembangnya paham liberalism sehingga system tanam paksa tidak sesuai lagi untuk diteruskan.
- Kemenangan Partai Liberal dalam Parlemen Belanda mendesak pemerintah Belanda menerapkan system ekonomi liberal di Indonesia. Tujuannya agar para pengusaha Belanda sebagai pendukung Partai Liberal dapat menanamkan modalnya di Indonesia.
- Adanya traktar Sumatera (1871) yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk meluaskan wilayahnya ke Aceh. Sebagai imbalannya, Inggris meminta Belanda menerapkan system ekonomi liberal di Indonesia agar pengusaha Inggris dapat menanamkan modalnya di Indonesia.
2) Pelaksanaan Peraturan Sistem
Politik Ekonomi Liberal
- Indische Comptabiliteit Wet (1867), berisi tentang perbendaharaan negara Hindia Belanda yang menyebutkan bahwa dalam menentukan anggaran belanja Hindia Belanda harus diterapkan dengan undang-undang yang disetujui oleh Parlemen Belanda.
- Suiker Wet (Undang-Undang Gula), yang menetapkan bahwa tanaman tebu adalah monopoli pemerintah yang secara berangsur-angsur akan dialihkan kepada pihak swasta.
- Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria) 1870.
- Agrarische Besluit (1870). Jika Agrarische Wet diterapkan dengan persetujuan parlemen. Maka Agrarische Besluit diterapkan oleh persetujuan Raja Belanda. Agrarische Wet hanya mengatur hal-hal yang bersifat umum tentang agrarian, sedangkan Agraria Besluit mengatur hal-hal yang lebih rinci, khususnya tentang hak kepemilikan tanah dan jenis-jenis hak penyewaan tanah oleh pihak swasta.
Adapun isi dari Agrarische
Wet (Undang-Undang Agraria) 1870 adalah:
- Tanah di Indonesia dibedakan atas tanah rakyat dan tanah pemerintah.
- Tanah rakyat dibedakan atas tanah milik yang bersifat bebas dan tanah desa tidak bebas.
- Tanah tidak bebas adalah tanah yang dapat disewakan kepada pengusaha swasta.
- Tanah rakyat tidak boleh dijual kepada orang lain.
- Tanah pemerintah dapat disewakan kepada pengusaha swasta hingga 75 tahun.
3) Pelaksanaan Sistem Ekonomi
Liberal
Pelaksanaan system politik ekonomi
liberal di Indonesia merupakan jalan bagi pemerintah colonial Belanda
menerapkan imperialism modernnya. Hal itu berarti Indonesia dijadikan tempat
untuk berbagai kepentingan, antara lain sebagai berikut.
- Mendapatkan bahan mentah atau bahan baku industry di Eropa.
- Mendapatkan tenaga kerja yang murah.
- Menjadi tempat pemasaran barang-barang produksi Eropa.
- Menjadi tempat penanaman modal asing.
Seiring dengan pelaksanaan system
politik ekonomi liberal, Belanda melaksanakan Pax Netherlandica, yaitu
usaha pembulatan negeri jajahan Belanda di Indonesia. Hal itu dimaksudkan agar
wilayah Indonesia tidak diduduki oleh bangsa Barat lainnya. Lebih-lebih setelah
dibukanya Terusan Suez (1868) yang mempersingkat jalur pelayaran antara Eropa
dan Asia
4) Akibat Pelaksanaan Sistem Politik
Ekonomi Liberal
a.) Bagi Belanda
- Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah colonial Belanda.
- Hasil-hasil produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke negeri Belanda.
- Negeri Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajajahan.
b.) Bagi Indonesia
- Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk.
- Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 karena jatuhnya harga kopi dan gula berakibat sangat buruk bagi penduduk.
- Menurunnya konsumsi bahan makanan, terutama beras, sementara pertumbuhan penduduk Jawa meningkat sangat pesat.
- Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan barang-barang impor dari Eropa.
- Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya angkutan dengan kereta api.
- Rakyat menderita karena masih diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman berat bagi yang melanggar peraturan Poenale Sanctie.
4.
PERKEMBANGAN AGAMA KRISTEN DAN KATOLIK
PROSES MASUKNYA AGAMA KATOLIK DI INDONESIA
Agama Kristen DI Indonesia di bawa
oleh Bangsa Portugis. Portugis menyebarkan pertama kali di daerah Maluku. Seorang
misionaris Spanyol, St. Fransiscus lalu menyebarkannya ke Ambon, Ternate,
Halmahera antara 1546 – 1547. Pada tahun 1560 – 1590 an diperkirakan telah
terdapat pemeluk sebanyak kurang lebih 60.000 jiwa
PROSES
MASUKNYA AGAMA KRISTEN DI INDONESIA
Pada abad
16, bangsa Portugis masuk ke Indonesia, diikuti bangsa Spanyol dengan tujuan
berdagang rempah – rempah. Banyak dari para pedagang dan misionaris Portugis
memiliki tujuan untuk menyebarkan agama Katolik di Indonesia. Salah satunya
bernama Fransiskus Xaverius, pendiri ordo Yesuit. Mereka mulai di Maluku pada
tahun 1534.
Tak lama setelah itu, Portugis dan Spanyol mulai memperluas
pengaruh agama Katolik ke Manado dan Minahasa. Tetapi, ketika Portugis kalah
dari Belanda pada tahun 1605, Belanda mengusir para penyebar agama Katolik dan
memperkenalkan agama Kristen Protestan.
Belanda
membentuk perkumpulan Protestan di beberapa wilayah, sebagai contoh di Tanah
Toraja, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. Saat ini, kebanyakan penduduk asli
Sulawesi Utara menjalankan agama Protestan.
Perkembangan
agama Kristen di berbagai daerah di Indonesia
Berkembangnya
Agama Nasrani tidak bisa lepas dari kedatangan bangsa Barat. Dari segi agama,
ambisi orang-orang Eropa ke kawasan Timur berkaitan dengan adanya semangat
bangsa-bangsa Barat untuk melanjutkan Perang Salib dan sekaligus menyebarkan
agama Kristen. Terdapat perbedaan pendapat tentang sejarah awal keberadaan
penganut Nasrani di Indonesia. Pendapat pertama menyatakan bahwa sudah terdapat
orang beragama Nasrani sebelum kehadiran bangsa Barat di Kepulauan Indonesia,
yaitu pada abad ke-7 berdasarkan diketemukannya orang yang beragama Katholik di
Barus dan Sibolga. Hal ini diperkuat juga dengan keberadaan penganut Nasrani di
Sumatra Selatan, Jawa dan kalimantan pada abad ke-13 dan 14.
Sedangkan
pendapat kedua menyatakan kehadiran pengaut Nasrani baru ada setelah kehadiran
orang Barat. Pendapat ini berpegang pada peristiwa pemandian terhadap penduduk
Halmahera pada tahun 1534. Peristiwa ini secara luas dipegang sebagai awal
penasranian penduduk di Kepulauan Indonesia.
Bukti-bukti
menunjukkan bahwa sejak kedatangan Portugis dan Spanyol di Kepulauan Indonesia,
proses penyebaran agama Kristen mulai berlangsung. Hal ini dikaitkan dengan
motif agama selain ekonomi yang dilakukan oleh kedua bangsa tersebut sebagai
imperialisme kuno. Selain Malaka dan kepulauan Maluku merupakan salah satu
wilayah pertama bersentuhan dengan agama Nasrani, khsusnya Katholik. Raja
Ternate bernama Tabarija yang diasingkan Portugis ke Goa pada tahun 1535
dilaporkan memeluk agama Nasrani sejak dipengungsian. Perkembangan agama
Katholik semakin pesat sejak rohaniawan Spanyol bernama Francisacus Xaverius
yang merupakan pendiri Orde Jesuit bersama Ignatius Loyolo melakukan kegiatan
keagamaan di tengah-tengah masyarakat Ambon, Ternate dan Morotai antara tahun
1546-1547.
Kehadiran
Belanda di Indonesia merubah peta pengkristenan di wilayah ini. Di Maluku
sebagian besar penduduk yang telah beragama Katholik berganti menjadi Calvinis.
Bahkan, VOC melarang misi Katholik melakukan kegiatan kegamaan. Biarpun sampai
awal abad ke-19 Belanda sebenarnya tidak secara resmi mendukung kegiatan para
penyebar agama Protestan, proses “pengkristenan” penduduk lokal berbagai
wilayah di Indonesia tidak dapat dihindari.
Pada tahun
1619 Pendeta Hulsebos mendirikan jemaat pertamanya di Jakarta. Dalam
perkembangannya, pada awal abad ke-18, sebagian besar jemaat Nasrani yang
berada di bawah gereja Calvinis, bersama-sama orang Katholik kelompok gereja
reformasi lainnya seperti Romanstran dan Lutheran dilarang.
Gereja
Lutheran baru boleh melakukan kegiatan pada tahun 1745 di bawah pengawasan
tentara bayaran Jerman.Memasuki abad ke-19 penyebaran agama Nasrani semakin
meluas ke berbagai wilayah di Indonesia. Kelompok misionaris Katholik dari
gereja reformasi baik Eropa maupun Amerika mulai berdatangan. Pengangkatan
Jacob Grooff sebagai uskup Katholik pertama di Indonesia pada tahun 1845 telah
memancing munculnya perdebatan panjang di kalangan pemeluk Nasrani baik di
Indonesia maupun Belanda yang memicu konflik antara gereja dan negara.
Berdasarkan
peratruran yang berlaku sejak tahun 1854 para guru, rohaniawan dan misionaris
Nasrani harus memiliki ijin khusus dari Gubernur Jenderal ketika akan melakukan
pekerjaan di wilayah Hindia Belanda. Wilayah Ambon dan sekitarnya menjadi hak
eklusif gereja reformasi sampai tahun 1921. Daerah Batak juga menjadi daerah
eklusif. Orang-orang Nasrani memulai kegiatan mereka di Sipirok pada tahun
1861, sementara misionaris Katholik baru diperkenankan masuk di wilayah ini
pada tahun 1928. Begitu juga di wilayah Papua yang dikuasai oleh Belanda,
jemaat Katholik di Flores dan Timor bagian barat diserahkan kepada Serikat
Sabda Allah.
Mengapa
agama Kristen di Indonesia Timur berkembang Pesat?
Pada abad
XVIII VOC bangkrut dan membubarkan diri yang diakibatkan karena korupsi
pegawainya. Kemudian pemerintah kolonial menangani secara langsung kehidupan
umat Kristen dengan membentuk suatu gereja Protestan pemerintah-Inische
Kerrk- tepatnya pada tahun 1835. Dari Inische Kerrk inilah
lahir Gereja-gereja Etnis yang besar di Indonesia bagian Timur, yaitu Gereja
Masehi Injili Minahasa, gereja Protestan Maluku, dan Gereja Masehi Injili di
Timor. Jemaat-jemaat lainya tergabung dalam satu sinode tersendiri, yaitu
Gereja protestan di Indonesia bagian Barat.
Jangan lupa Follow dan Comments
Source : Buku LKS Sejarah Wajib untuk SMA Kelas XI
Publisher : Intan Pariwara
Dahulu itu manusia terkendala peralatan yang sangat sederhana dan pengetahuan yang masih terbatas, tapi sekarang sudah luar biasa maju, sejak peluncuran satelit pertama di bumi , bagai mana pendapat anda? , tapi sayang di negeri induk / indonesia , memang susah belajar mereka
BalasHapusItu baik untuk kemajuan seluruh dunia
BalasHapus1. Masa Pemerintahan Republik BataafPada tahun 1795 terjadi perubahan di Belanda. Muncullah kelompok yangmenamakan dirinya kaum patriot. Kaum ini terpengaruh oleh semboyanRevolusi Perancis: liberte (kemerdekaan), egalite (persamaan), dan fraternite(persaudaraan). Berdasarkan ide dan paham yang digelorakan dalam RevolusiPerancis itu maka kaum patriot menghendaki perlunya negara kesatuan.Bertepatan dengan keinginan itu pada awal tahun 1795 pasukan Perancismenyerbu Belanda. Raja Willem V melarikan diri ke Inggris. Belanda dikuasaiPerancis. Dibentuklah pemerintahan baru sebagai bagian dari Perancis yangdinamakan Republik Bataaf (1795-1806). Sebagai pemimpin Republik Bataafadalah Louis Napoleon saudara dari Napoleon Bonaparte.Sementara itu dalam pengasingan, Raja Willem V oleh pemerintah Inggrisditempatkan di Kota Kew. Raja Willem V kemudian mengeluarkan perintahyang terkenal dengan “Surat-surat Kew”. Isi perintah itu adalah agar parapenguasa di negeri jajahan Belanda menyerahkan wilayahnya kepada Inggrisbukan kepada Perancis. Dengan “Surat-surat Kew” itu pihak Inggris bertindakcepat dengan mengambil alih beberapa daerah di Hindia seperti Padang padatahun 1795, kemudian menguasai Ambon dan Banda tahun 1796. Inggrisjuga memperkuat armadanya untuk melakukan blokade terhadap Batavia.
BalasHapusterima kasih atas masukannya
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusgood.
BalasHapus