Senin, 11 September 2017

MASA PEMERINTAHAN REPUBLIK BATAAF DI INDONESIA


1.  MASA PEMERINTAHAN REPUBLIK BATAAF (1795 - 1806)

PROSES TERBENTUKNYA REPUBLIK BATAAF
Pada abad ke-18 terjadi perubahan tatanan geopolitik di Belanda. Munculah kelompok yang menamakan dirinya kaum patriot. Kaum ini terpengaruh oleh semboyan Revolusi Perancis: liberte (kemerdekaan), egalite (persamaan), dan fraternite (persaudaraan). Berdasarkan ide dan paham yang digelorakan dalam Revolusi Perancis itu maka kaum patriot m enghendaki perlunya negara kesatuan
Bertepatan dengan keinginan itu pada awal abad ke-18 pasukan Perancis menyerbu Belanda. Belanda takluk dan Raja Willem V selaku kepala pemerintahan Belanda melarikan diri ke Inggris. Belanda dikuasai Perancis. Selanjutnya di Belanda dibentuk pemerintahan baru bernama Republik Bataaf (1795-1806) yang dipimpin oleh Louis Napoleon saudara Napoleon Bonaparte.
Sementara itu dalam pengasingan, Raja Willem V oleh pemerintah Inggris ditempatkan di Kota Kew. Raja Willem V kemudian mengeluarkan perintah yang terkenal dengan “Surat-surat Kew”.  Isi perintah itu adalah agar para penguasa di negeri jajahan Belanda menyerahkan wilayahnya kepada Inggris bukan kepada Perancis.
Pihak Inggris kemudian bergerak cepat dengan mengambil alih wilayah - wilayah jajahan Belanda di Hindia Belanda salah satunya Padang pada tahun 1795, selanjutnya Ambon dan Banda pada tahun 1796. Inggris juga memperkuat armada laut untu memblokade Batavia.

AKHIR REPUBLIK BATAAF
Letak geografis Belanda yang dekat dengan Inggris menyebabkan Napoleon Bonaparte merasa perlu menduduki Belanda. Pada tahun 1806, Perancis membubarkan Republik Bataaf dan membentuk Kerajaan Belanda (Kominkrijk Holland). Napoleon kemudian mengangkat Louis Napoleon sebagai Raja Belanda dan berarti sejak saat itu pemerintahan yang berkuasa di Nusantara adalah pemerintahan Belanda-Perancis.


A. MASA PEMERINTAHAN DAENDELS (1808-1811)
Herman Willem Deandels adalah Gubernur Jendral  pertama Belanda di Hindia-Belanda, ia diangakat atas saran Kaisar  Napoleon Bonaparte, menggantikan Gubernur-Jenderal  Albertus Wiese dan untuk mengisi kekosongan kekuasaan akibat dibubarkannya VOC.
            Daendels adalah kaum patriot dan liberal dari Belanda yang sangat dipengaruhi oleh ajaran Revolusi Perancis. Daendels ingin menanamkan jiwa kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan di lingkungan masyarakat Hindia. Oleh karena itu, ia ingin memberantas praktik-praktik feodalisme. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat lebih dinamis dan produktif untuk kepentingan negeri induk (Republik Bataaf).
Daendels melakukan beberapa langkah strategis untuk menjalankan tugasnya, antara lain :
1) Bidang pertahanan dan keamanan:
v  Daendels membangun benteng-benteng pertahanan baru
v  Daendels mebangun pangkalan angkatan laut di Anyer, Merak, Surabaya, dan  Ujungkulon
v  Daendels meningkatkan jumlah tentara
v  Daendels mebangun Jalan Daendles dari Anyer, banten sampai Panarukan, jatim (1.100 km)
v  Daendels melakukan pembangunan dilaksanakan dengan sistem kerja rodi

2) Bidang Politik dan Pemerintahan :
v  Membentuk sekretariat negara untuk membereskan masalah administarsi
v  Membentuk kantor pengadilan di Batavia dan Suarabaya
v  Memindahkan pusat pemerintahan dari Batavia ke Weltevreden
v  Mengganti raja-araja yang dianggap mengahalangi Belanda dan mengangkat Raja baru sesuai keinginan Belanda
v  Merombak sistem feodal dan menggantinya dengan pemerintahan Barat Modern
v  Mengangkat penguasa daerah sebagai pegawai pemerintah kolonial
v  Membagi pulau Jawa menjadi 23 keresidenan
v  Merombak Provinsi Jawa Pnatai Timur Laut menjadi lima prefektur (wilayah yang memiliki otoritas)

3) Bidang peradilan :

v  Dalam bidang hukum Daendels membentuk 3 jenis pengadilan, yaitu :
1.    Pengadilan utuk orang Eropa
2.    Pengadilan untuk orang timur asing
3.    Pengadilan untuk orang Pribumi. Pengadilan untuk orang pribumi ada di setiap Prefectur       dengan Prefect sebagai ketua dan para bupati sebagai anggota.
v  Pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu termasuk pada bangsa Eropa. Akan tetapi ia sendiri melakukan korupsi besar - besaran dalam kasus penjualan tanah kepada pihak swasta.

4) Bidang Ekonomi dan Keuangan :

v  Memaksa para penguasa di Jawa untuk menggabungkan diri ke dalam wilayah pemerintahan kolonial
v  Melakukan pemungutan pajak
v  Meningkatkan hasil bumi berupa tanaman - tanaman yang laku di pasaran dunia
v  Penyerahan wajib hasil pertanian bagi pribumi
v  Melakuakan penjualan tanah kepada pihak swasta
v  Mengeluarkan uang kertas
v  Memebentuk Dewan Pengawasan Keuangan (DPK)

5) Bidang Sosial :

v  Rakyat dipaksa untuk melakukan kerja rodi untuk membangun jalan Anyer - Panarukan.
v  Menghapus upacara penghormatan kepada residen, sunan atau sultan.
v  Membuat jaringan pos distrik dengan menggunakan kuda pos.
AKIBAT PEMERINTAHAN DAENDELS
  1. Rakyat Indonesia mengalami penderitaan yg sangat hebat. Selain dituntut untuk membayar pajak-pajak pemerintah, mereka juga diharuskan terlibat dalam kerja paksa (rodi). Kerja Rodi membuat rakyat yang miskin menjadi semakin menderita, apalagi kerja rodi dalam pembuatan pangkalan di Ujungkulon, karena lokasi yang begitu jauh, sulit dicapai dan penuh dengan sarang nyamuk malaria. Oleh karena itu, wajar kalau kemudian banyak rakyat Hindia yang jatuh sakit bahkan banyak yang meninggal.
  2. Penderitaan rakyat kecil semakin bertambah akibat dari tindakan sewenang-wenang para pemilik tanah.
  3. Ribuan rakyat Indonesia meninggal dalam pembuatan jalan raya anyer-panarukan.

AKHIR PEMERINTAHAN DAENDELS

Daendels sebenarnya seorang liberal, tetapi setelah tiba di Indonesia berubah menjadi seorang diktator yang bertindak kejam dan sewenang-wenang. Sikapnya yang otoriter terhadap raja-raja Banten, Yogyakarta, Cirebon menimbulkan pertentangan dan perlawanan. Ia juga melakukan penyelewengan dalam kasus penjualan tanah kepada pihak swasta dan manipulasi penjualan Istana Bogor. Akibatnya, pemerintahannya banyak menimbulkan kritik, baik dari dalam maupun luar negeri, akhirnya Daendels dipanggil pulang ke negeri Belanda. Kemudian Louis Napoleon mengangkat Jansen sebagai gubernur jenderal yang baru menggantikan Daendels


B. PEMERINTAHAN JANSSENS (1811)
Pada Bulan Mei tahun 1811, Daendels dipanggil oleh Louis Napoleon untuk kembali ke negara Belanda. Sepeninggal Daendels sebagai Gubernur Jendral, ia digantikan oleh Jan Willem Janssens yang sebelumnya menjabat sebagai Gubernur Jendral di Tanjung Harapan (Afrika Selatan) pada tahun 1802 - 1806. Pada tahun 1806, Janssens terusir dari Tanjung Harapan karena Tanjung Harapan jatuh ke tangan Inggris.
tahun 1810, Janssens ditunjuk menggantikan Daendels untuk memimpin Jawa dan resmi menjadi Gubernur Jendral di Hindia Belanda pada tahun 1811. Janssens berusaha memperbaiki keadaan di Hindia Belanda, namun Inggris sebagai musuh dari Belanda pada saat itu telah menguasai beberapa wilayah di Nusantara. Disisi lain, Lord Minto memerintahkan Thomas Stamford Raffles (pemimpin serangan Inggris) untuk menguasai pulau Jawa. Raffles pun menyiapkan serangan dan pergi ke Jawa. Pengalaman pahitpun dirasakan Janssens untuk kedua kalinya karena dalam perkembangannya ia terusir dari tanah jajahannya.
Pada tanggal 4 Agustus 1811, sebanyak 60 kapal Inggris sudah berada di Batavia. Kemudian pada 26 Agustus 1811, Batavia mampu dikuasai Inggris dibawah kepemimpinan Raffles. Janssens kemudian lari ke Semarang dan bergabung dengan Legiun Mangkunegara serta prajurit Yogyakarta dan Surakarta. Pasukan Inggris masih mengejarnya hingga berhasil dipukul mundur. Janssens kemudian lari ke daerah Salatiga tepatnya di Tuntang. Penyerahan Janssen secara resmi ke pihak Inggris ditandai dengan adanya Kapitulasi Tuntang pada tanggal 18 September 1811
Isi Kapitulasi Tuntang sbb:
  1. Pulau Jawa dan sekitarnya yang dikuasai Belanda diserahkan kepada Inggris
  2. Semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris
  3. Orang-orang Belanda dapat dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris

2. PERKEMBANGAN KOLONIALISME INGGRIS DI INDONESIA (1811-1816)
Ditanda tanganinya Kapitulasi Tuntang merupakan awal dari masa kolonialisme Inggris di Indonesia. Gubernur Jenderal Lord Minto secara resmi mengangkat Raffles sebagai penguasanya. Pusat pemerintahan Inggris berkedudukan di Batavia. Sebagai penguasa di Hindia, Raffles mulai melakukan langkah-langkah untuk memperkuat kedudukan Inggris di tanah jajahan.
Dalam rangka menjalankan pemerintahannya, Raffles berpegang pada tiga prinsip.  Pertama, segala bentuk kerja rodi dan penyerahan wajib dihapus, diganti penanaman bebas oleh rakyat. Kedua, peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan para bupati dimasukkan sebagai bagian pemerintah kolonial. Ketiga, atas dasar pandangan bahwa tanah itu milik pemerintah, maka rakyat penggarap dianggap sebagai penyewa. Berangkat dari tiga prinsip itu Raffles melakukan beberapa langkah, baik yang menyangkut bidang politik pemerintahan maupun bidang sosial ekonomi.

KEBIJAKAN RAFFLES DI NUSANTARA
1). Bidang Pemerintahan
Raffles berusaha menghapus pemerintahan feodal yang telah mengakar kuat di Indonesia. Kebijakan dalam bidang pemerintahan diantarnya:
  1. Menjalin hubungan baik dengan penguasa-penguasa lokal yang anti terhadap Belanda
  2. Membagi Pulau Jawa menjadi 16-18 keresidenan, dengan setiap keresiden mempunyai kepala residen.
  3. Mengangkat para bupati sebagai pegawai pemerintah sehingga mereka mendapat gaji dalam bentuk uang.
  4. Raffles sering mencampuri urusan kerajaan-kerajaan lokal, dalam setiap konflik ia selalu mencari posisi aman agar menghasilkan keuntungan bagi Inggris

2).  Bidang Ekonomi :
  1. Pelaksanaan sistem sewa tanah atau pajak tanah (land rent) yang kemudian meletakkan dasar bagi perkembangan sistem perekonomian uang
  2. Penghapusan pajak dan penyerahan wajib hasil bumi
  3. Penghapusan kerja rodi dan perbudakan
  4. Melaksanakan monopoli.
  5. Menetapka desa sebagai unit adiministrasi pemerintahan. ditempatkannya desa sebagai unit administrasi pelaksanaan pemerintah, dimaksudkan agar desa menjadi lebih terbuka sehingga bisa berkembang. Kalau desa berkembang maka produksi juga akan meningkat, hidup rakyat bertambah baik, sehingga hasil penarikan pajak tanah juga akan bertambah besar.
  6. Menjual tanah kepada pihak swasta dan melanjutka usaha menananam kopi
  7. Memberlakukan tanam bebas kepada rakyat. kebebasan bagi para petani untuk menanam tanaman yang sekiranya lebih laku di pasar dunia, seperti kopi, tebu, dan nila

3). Bidang Hukum :
  1. Sistem peradilan yang diterapkan Raffles lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh Daendels. Daendels berorientasi pada warna kulit (ras). Sedangkan Raffles lebih berorientasi pada besar-kecilnya kesalahan. Menurut Raffles, pengadilan merupakan benteng untuk memperoleh keadilan. Oleh karena itu, harus ada benteng yang sama bagi setiap warga negara.
  2. Raffles memang orang yang berpandangan maju. Ia ingin memperbaiki tanah jajahan, termasuk ingin meningkatkan kemakmuran rakyat. Tetapi dalam pelaksanaan di lapangan menghadapi berbagai kendala. Budaya dan kebiasaan petani sulit diubah, pengawasan pemerintah kurang, dalam mengatur rakyat peran kepala desa dan bupati lebih kuat dari pada asisten residen yang berasal dari orang-orang Eropa.
  3. Raffles juga sulit melepaskan kultur sebagai penjajah. Kerja rodi, perbudakan dan juga monopoli masih juga dilaksanakan. Misalnya kerja rodi untuk pembuatan dan perbaikan jalan ataupun jembatan, dan melakukan monopoli garam. Secara umum Raffles boleh dikatakan kurang berhasil untuk mengendalikan tanah jajahan sesuai dengan idenya. Pemerintah Inggris tidak mendapat keuntungan yang berarti. Sementara rakyat juga tetap menderita
4). Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
  1. Ditulisnya buku berjudul History of Java. Dalam menulis buku tersebut, Raffles dibantu oleh juru bahasanya Raden Ario Notodiningrat dan Bupati Sumenep, Notokusumo II.
  2. Memberikan bantuan kepada John Crawfurd (Residen Yogyakarta) untuk mengadakan penelitian yang menghasilkan buku berjudul History of the East Indian Archipelago, tahun 1820.
  3. Raffles juga aktif dalam mendukung Bataviaach Genootschap, sebuah perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
  4. Ditemukannya bunga bangkai yang akhirnya diberi nama Rafflesia Arnoldi.
  5. Dirintisnya Kebun Raya Bogor.

AKHIR PEMERINTAHAN RAFFLES
v  Pemerintahaan Raffles hanya bertahan sampai tahun 1816
v  Keadaan di negeri jajahan rupanya sangat bergantung pada keadaan di negeri Eropa
v  Pada tahun 1814 Napoleon Bonaparte kalah melawan raja–raja di Eropa dalam perang koalisi
v  Untuk memulihkan kembali keadaan Eropa maka diadakan konggres Wina 1814 sedangkan antara Inggris dan Belanda ditindaklanjuti Convention of London 1814 
Berakhirnya pemerintah Raffles di Indonesia ditandai dengan adanya Convention of London pada tahun 1814. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh wakil-wakil Belanda dan Inggris.

Isi Convention of London:
  1. Belanda menerima kembali jajahan yang di serahkan kepada inggris dalam perjanjian kapitulasi tuntang.
  2. Ingris menperoleh tanjung harapan dan srilangka dari inggris Konsekuensi dari perjanjian tersebut maka Inggris meninggalkan Pulau Jawa. Raffles kemudian menduduki pos di Bengkulu. Pada tahun 1819 Inggris berhasil memperoleh Singapura dari Sultan Johor.
¥        Raffles yang sudah terlanjur tertarik kepada Indonesia sangat menyesalkan lahirnya Convention of London.
¥        Akan tetapi, Raffles cukup senang karena bukan ia yang harus menyerahkan kekuasaan kepada Belanda, melainkan penggantinya yaitu John Fendall, yang berkuasa hanya lima hari.
¥        Raffles kemudian diangkat menjadi gubernur di Bengkulu yang meliputi wilayah Bangka dan Belitung.
¥        Karena pemerintahan Raffles berada di antara dua masa penjajahan Belanda, pemerintahan Inggris itu disebut sebagai masa interregnum (masa peralihan).
Pada Tahun 1824 Inggris dan Belanda kembali berunding melalui  Treaty Of London tahun 1824 isinya antara lain menegaskan :
  1. Belanda memberikan Malaka kepada Inggris dan sebaliknya Inggris memberikan Bengkulu kepada Belanda.
  2. Belanda dapat berkuasa di sebelah selatan garis paralel Singapura sedangkan Inggis di sebelah Utaranya.

3. MASA PEMERINTAHAN KOLONIAL BELANDA (1816-1942)

A. KEKUASAAN KOMISARIS JENDERAL
Berdasarkan Konvensi London, Belanda kembali memiliki ha katas wilayah Indonesia. Kekuasaan Belanda di Indonesia pada periode tersebut dijalankan oleh komisaris jendra. Pembentukan komisaris jendral dilakukan atas saran dari Pangeran Willem VI.
Pada mulanya, pemerintahan ini merupakan pemerintahan kolektif yang terdiri atas tiga orang, yaitu Flout, Buyskess, dan van der Capellen. Mereka berpangkat komisaris jenderal. Pemerintahan kolektif itu bertugas menormalisasikan keadaan lama (Inggris) kea lam baru (Belanda). Masa peralihan itu hanya berlangsung dari tahun 1816-1819. Pada tahun 1919, kepala pemerintahan mulai dipegang oleh seorang gubernur jenderal, yaitu van der Capellen (1816-1824).
 

Dalam menjalankan pemerintahannya, komisaris jenderal melakukan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Sistem residen tetap dipertahankan,
2. Dalam bidang hukum, sistem juri dihapuskan,
3. Kedudukan para bupati sebagai penguasa feudal/feodal tetap dipertahankan,
4. Desa sebagai satu kesatuan unit tetap dipertahankan dan para penguasanya dimanfaatkan untuk pelaksanaan pemungutan pajak dan hasil bumi,
5. Dalam bidang ekonomi memberikan kesempatan kepada pengusaha-pengusaha asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Pada kurun waktu 1816-1830, pertentangan antara kaum liberal dan kaum konservatif terus berlangsung. Persoalan pokoknya tentang sistem yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negeri induk. Kaum liberal berkeyakinan bahwa tanah jajahan akan memberi keuntungan besar bagi negeri induk apabila urusan eksploitasi ekonomi diserahkan kepada orang-orang swasta Barat. Pemerintah hanya mengawasi jalannya pemerintahan dan memungut pajak. Kaum konservatif berpendapat sebaliknya, bahwa sistem pemungutan hasil bumi oleh pemerintah secara langsung akan menguntungkan negeri induknya. Kaum konservatif meragukan sistem liberal karena keadaan tanah jajahan belum memenuhi syarat.

Para komisaris jenderal kemudian mengambil jalan tengah. Di satu pihak, pemerintah tetap berusaha menangani penggalian kekayaan tanah jajahan bagi keuntungan negeri induknya. Di lain pihak, mencari jalan melaksanakan dasar-dasar kebebasan. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal van der Capellen juga dilaksanakan sistem politik yang dualistis. Pada satu pihak melindungi hak-hak kaum pribumi, di lain pihak memberi kebebasan kepada pengusaha-pengusaha swasta Barat untuk membuka usahanya di Indonesia selama tidak mengancam kehidupan penduduk.
Berbagai jalan tengah telah diupayakan, tetapi ternyata kurang memberikan keuntungan bagi negeri induk. Sementara itu, kondisi di negeri Belanda dan di Indonesia semakin memburuk. Oleh karena itu, usulan van den Bosch untuk melaksanakan cultuur stelsel (tanam paksa) diterima dengan baik karena dianggap dapat memberikan keuntungan yang besar bagi negeri induk.

B. SISTEM TANAM PAKSA
Ø  Sistem Tanam Paksa merupakan kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Belanda. Sistem Tanam Paksa merupakan kebijakan yang mengharuskan rakyat menanam tanaman yang dikehendaki oleh Belanda. Sebenarnya, sistem ini merupakan penggabungan antara sistem penyerahan wajib dan sistem pajak tanah. Pemerintah Belanda lebih mengutamakan komoditi ekspor yang laku di pasaran dunia. Tanaman yang wajib ditanam antara lain kopi, tebu, tembakau, teh dan nila.
Ø  Sistem Tanam Paksa mulai di berlakukan pada tahun 1830. Kebijakan ini dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes Van den Bosch.
Ø Sistem Tanam Paksa di latar belakangi oleh kegagalan dari pelaksanaan sistem sewa tanah  (ladrente) pada masa pemerintahan komisaris jendral. Selain itu,  karena pada tahun 1830 Belanda hampir bangkrut setelah terlibat Perang Diponegoro.
Ø  Pada sistem ini, lahan yang dipakai adalah lahan milik orang – orang pribumi, sedangkan tenaga kerja berasal dri orang – orang desa di Jawa yang dibujuk bahkan dipaksa oleh para penguasa (lokal) desa mereka.
Ø  Kebijakan Tanam Paksa ini lebih kejam daripada sistem monopoli VOC.









 

KETENTUAN SISTEM TANAM PAKSA

Ø  Ketentuan Tanam Paksa diatur dalam Staatsblad Nomor 22 Tahun 1834.
a)      Tanah yang diserahkan kepada pemerintah bebas pajak.
b)      Pekerjaan menanam tidak boleh melebihi waktu menanam padi
c)      Hasil tanaman wajib harus diserahkan kepada Pemerintah Belanda.
d)     Kegagalan panen karena bencana alam ditanggung pemerintah Belanda
e)      Penggarapan tanah untuk tanaman wajib diawasi oleh kepala pribumi atau pegawai Belanda
Ø  Ketentuan Penanaman
Setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.

PELAKSANAAN TANAM PAKSA

Ø  Ketentuan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda dalam sistem tanam paksa tampak mudah dan menguntungkan, baik bagi pemerintah maupun rakyat. Namun, pada pelaksanaannya banyak terjadi penyimpangan.Dalam pelaksanaan sistem ini, pemerintah colonial Belanda memberikan persenan kepada penguasa pribumi yang mampu menyetorkan hasil lebih banyak dari ketentuan. Akibatnya, para penguasa pribumi berusaha meningkatkan setorannya dengan melakukan penekanan kepada petani dalam penyerahan hasil panen.
Ø  Bagi pemerintah kolonial Hindia Belanda, sistem ini berhasil luar biasa. Karena antara 1831-1871 Batavia tidak hanya bisa membangun sendiri, melainkan punya hasil bersih 823 juta gulden untuk kas di Kerajaan Belanda. Umumnya, lebih dari 30 persen anggaran belanja kerajaan berasal kiriman dari Batavia. Pada 1860-an, 72% penerimaan Kerajaan Belanda disumbang dari Oost Indische atau Hindia Belanda. Langsung atau tidak langsung, Batavia menjadi sumber modal. Misalnya, membiayai kereta api nasional Belanda yang serba mewah. Kas kerajaan Belanda pun mengalami surplus.
Badan operasi sistem tanam paksa Nederlandsche Handel Maatchappij (NHM) merupakan reinkarnasi VOC yang telah bangkrut.
Akibat tanam paksa ini, produksi beras semakin berkurang, dan harganya pun melambung. Pada tahun 1843, muncul bencana kelaparan di Cirebon, Jawa Barat. Kelaparan juga melanda Jawa Tengah, tahun 1850.
Sistem tanam paksa yang kejam ini, setelah mendapat protes keras dari berbagai kalangan di Belanda, akhirnya dihapus pada tahun 1870, meskipun untuk tanaman kopi di luar Jawa masih terus berlangsung sampai 1915. Program yang dijalankan untuk menggantinya adalah sistem sewa tanah dalam UU Agraria 1870.

KRITIK -  KRITIK YANG DILAKUKAN TERHADAP  BELANDA
Ø  Serangan-serangan dari orang-orang non-pemerintah mulai menggencar akibat terjadinya kelaparan dan kemiskinan yang terjadi menjelang akhir 1840-an di Grobogan,Demak,Cirebon. Gejala kelaparan ini diangkat ke permukaan dan dijadikan isu bahwa pemerintah telah melakukan eksploitasi yang berlebihan terhadap bumiputra Jawa. Muncullah orang-orang humanis maupun praktisi Liberal menyusun serangan-serangan strategisnya. Dari bidang sastra muncul Multatuli (Eduard Douwes Dekker) melalui bukunya yang berjudul “ Max Havelar”  dan Fransen van der Putte dalam bukunya yang berjudul “ Suiker Contracten”, di lapangan jurnalistik muncul E.S.W. Roorda van Eisinga, dan di bidang politik dipimpin oleh Baron van Hoevell. Dari sinilah muncul gagasan politik etis.


DAMPAK SISTEM TANAM PAKSA
Ø  Dalam bidang pertanian
Cultuurstelsel menandai dimulainya penanaman tanaman komoditi pendatang di Indonesia secara luas. Kopi dan teh, yang semula hanya ditanam untuk kepentingan keindahan taman mulai dikembangkan secara luas. Tebu, yang merupakan tanaman asli, menjadi populer pula setelah sebelumnya, pada masa VOC, perkebunan hanya berkisar pada tanaman "tradisional" penghasil rempah-rempah seperti lada, pala, dan cengkeh. Kepentingan peningkatan hasil dan kelaparan yang melanda Jawa akibat merosotnya produksi beras meningkatkan kesadaran pemerintah koloni akan perlunya penelitian untuk meningkatkan hasil komoditi pertanian, dan secara umum peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pertanian. Walaupun demikian, baru setelah pelaksanaan UU Agraria 1870 kegiatan penelitian pertanian dilakukan secara serius.

Ø  Dalam bidang sosial
Dalam bidang pertanian, khususnya dalam struktur agraris tidak mengakibatkan adanya perbedaan antara majikan dan petani kecil penggarap sebagai budak, melainkan terjadinya homogenitas sosial dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan dalam pembagian tanah. Ikatan antara penduduk dan desanya semakin kuat hal ini malahan menghambat perkembangan desa itu sendiri. Hal ini terjadi karena penduduk lebih senang tinggal di desanya, mengakibatkan terjadinya keterbelakangan dan kurangnya wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduknya.
Ø  Dalam bidang ekonomi
Dengan adanya tanam paksa tersebut menyebabkan pekerja mengenal sistem upah yang sebelumnya tidak dikenal oleh penduduk, mereka lebih mengutamakan sistem kerjasama dan gotong royong terutama tampak di kota-kota pelabuhan maupun di pabrik-pabrik gula. Dalam pelaksanaan tanam paksa, penduduk desa diharuskan menyerahkan sebagian tanah pertaniannya untuk ditanami tanaman eksport, sehingga banyak terjadi sewa menyewa tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara paksa. Dengan demikian hasil produksi tanaman eksport bertambah,mengakibatkan perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian di Indonesia di kemudian hari.
            Akibat lain dari adanya tanam paksa ini adalah timbulnya “kerja rodi” yaitu suatu kerja paksa bagi penduduk tanpa diberi upah yang layak, menyebabkan bertambahnya kesengsaraan bagi pekerja. Kerja rodi oleh pemerintah kolonial berupa pembangunan-pembangunan seperti; jalan-jalan raya, jembatan, waduk, rumah-rumah pesanggrahan untuk pegawai pemerintah kolonial, dan benteng-benteng untuk tentara kolonial. Di samping itu, penduduk desa se tempat diwajibkan memelihara dan mengurus gedung-gedung pemerintah, mengangkut surat-surat, barang-barang dan sebagainya. Dengan demikian penduduk dikerahkan melakukan berbagai macam pekerjaan untuk kepentingan pribadi pegawai-pegawai kolonial dan kepala-kepala desa itu sendiri.
C. POLITIK LIBERAL (SISTEM USAHA SWASTA)

Sebelum tahun 1870, Indonesia dijajah dengan model imperialism kuno (ancient imperialism), yaitu dikeruk kekayaannya saja. Setelah tahun 1870, di Indonesia diterapkan imperialism modern (modern imperialism). Sejak saat itu diterapkan opendeur politiek, yaitu politik pintu terbuka terhadap modal-modal swasta asing. Pelaksanaan politik pintu terbuka tersebut diwujudkan melalui penerapan system politik ekonomi liberal.

1) Latar Belakang Sistem Politik Ekonomi Liberal
  • Pelaksanaan system tanam paksa telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi, tetapi hanya memberikan keuntungan kepada pihak Belanda secara besar-besaran.
  • Berkembangnya paham liberalism sehingga system tanam paksa tidak sesuai lagi untuk diteruskan.
  • Kemenangan Partai Liberal dalam Parlemen Belanda mendesak pemerintah Belanda menerapkan system ekonomi liberal di Indonesia. Tujuannya agar para pengusaha Belanda sebagai pendukung Partai Liberal dapat menanamkan modalnya di Indonesia.
  • Adanya traktar Sumatera (1871) yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk meluaskan wilayahnya ke Aceh. Sebagai imbalannya, Inggris meminta Belanda menerapkan system ekonomi liberal di Indonesia agar pengusaha Inggris dapat menanamkan modalnya di Indonesia.
2) Pelaksanaan Peraturan Sistem Politik Ekonomi Liberal
  • Indische Comptabiliteit Wet (1867), berisi tentang perbendaharaan negara Hindia Belanda yang menyebutkan bahwa dalam menentukan anggaran belanja Hindia Belanda harus diterapkan dengan undang-undang yang disetujui oleh Parlemen Belanda.
  • Suiker Wet (Undang-Undang Gula), yang menetapkan bahwa tanaman tebu adalah monopoli pemerintah yang secara berangsur-angsur akan dialihkan kepada pihak swasta.
  • Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria) 1870.
  • Agrarische Besluit (1870). Jika Agrarische Wet diterapkan dengan persetujuan parlemen. Maka Agrarische Besluit diterapkan oleh persetujuan Raja Belanda. Agrarische Wet hanya mengatur hal-hal yang bersifat umum tentang agrarian, sedangkan Agraria Besluit mengatur hal-hal yang lebih rinci, khususnya tentang hak kepemilikan tanah dan jenis-jenis hak penyewaan tanah oleh pihak swasta.
Adapun isi dari Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria) 1870 adalah:
  • Tanah di Indonesia dibedakan atas tanah rakyat dan tanah pemerintah.
  • Tanah rakyat dibedakan atas tanah milik yang bersifat bebas dan tanah desa tidak bebas.
  • Tanah tidak bebas adalah tanah yang dapat disewakan kepada pengusaha swasta.
  • Tanah rakyat tidak boleh dijual kepada orang lain.
  • Tanah pemerintah dapat disewakan kepada pengusaha swasta hingga 75 tahun.
3) Pelaksanaan Sistem Ekonomi Liberal

Pelaksanaan system politik ekonomi liberal di Indonesia merupakan jalan bagi pemerintah colonial Belanda menerapkan imperialism modernnya. Hal itu berarti Indonesia dijadikan tempat untuk berbagai kepentingan, antara lain sebagai berikut.

  • Mendapatkan bahan mentah atau bahan baku industry di Eropa.
  • Mendapatkan tenaga kerja yang murah.
  • Menjadi tempat pemasaran barang-barang produksi Eropa.
  • Menjadi tempat penanaman modal asing.
Seiring dengan pelaksanaan system politik ekonomi liberal, Belanda melaksanakan Pax Netherlandica, yaitu usaha pembulatan negeri jajahan Belanda di Indonesia. Hal itu dimaksudkan agar wilayah Indonesia tidak diduduki oleh bangsa Barat lainnya. Lebih-lebih setelah dibukanya Terusan Suez (1868) yang mempersingkat jalur pelayaran antara Eropa dan Asia

4) Akibat Pelaksanaan Sistem Politik Ekonomi Liberal

a.) Bagi Belanda
  • Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah colonial Belanda.
  • Hasil-hasil produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke negeri Belanda.
  • Negeri Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajajahan.
b.) Bagi Indonesia
  • Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk.
  • Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 karena jatuhnya harga kopi dan gula berakibat sangat buruk bagi penduduk.
  • Menurunnya konsumsi bahan makanan, terutama beras, sementara pertumbuhan penduduk Jawa meningkat sangat pesat.
  • Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan barang-barang impor dari Eropa.
  • Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya angkutan dengan kereta api.
  • Rakyat menderita karena masih diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman berat bagi yang melanggar peraturan Poenale Sanctie.

4. PERKEMBANGAN AGAMA KRISTEN DAN KATOLIK
PROSES MASUKNYA AGAMA KATOLIK DI INDONESIA
              Agama Kristen DI Indonesia di bawa oleh Bangsa Portugis. Portugis menyebarkan pertama kali di daerah Maluku. Seorang misionaris Spanyol, St. Fransiscus lalu menyebarkannya ke Ambon, Ternate, Halmahera antara 1546 – 1547. Pada tahun 1560 – 1590 an diperkirakan telah terdapat pemeluk sebanyak kurang lebih 60.000 jiwa
PROSES MASUKNYA AGAMA KRISTEN DI INDONESIA
Pada abad 16, bangsa Portugis masuk ke Indonesia, diikuti bangsa Spanyol dengan tujuan berdagang rempah – rempah. Banyak dari para pedagang dan misionaris Portugis memiliki tujuan untuk menyebarkan agama Katolik di Indonesia. Salah satunya bernama Fransiskus Xaverius, pendiri ordo Yesuit. Mereka mulai di Maluku pada tahun 1534.
Tak lama setelah itu, Portugis dan Spanyol mulai memperluas pengaruh agama Katolik ke Manado dan Minahasa. Tetapi, ketika Portugis kalah dari Belanda pada tahun 1605, Belanda mengusir para penyebar agama Katolik dan memperkenalkan agama Kristen Protestan.
Belanda membentuk perkumpulan Protestan di beberapa wilayah, sebagai contoh di Tanah Toraja, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. Saat ini, kebanyakan penduduk asli Sulawesi Utara menjalankan agama Protestan.
Perkembangan agama Kristen di berbagai daerah di Indonesia
Berkembangnya Agama Nasrani tidak bisa lepas dari kedatangan bangsa Barat. Dari segi agama, ambisi orang-orang Eropa ke kawasan Timur berkaitan dengan adanya semangat bangsa-bangsa Barat untuk melanjutkan Perang Salib dan sekaligus menyebarkan agama Kristen. Terdapat perbedaan pendapat tentang sejarah awal keberadaan penganut Nasrani di Indonesia. Pendapat pertama menyatakan bahwa sudah terdapat orang beragama Nasrani sebelum kehadiran bangsa Barat di Kepulauan Indonesia, yaitu pada abad ke-7 berdasarkan diketemukannya orang yang beragama Katholik di Barus dan Sibolga. Hal ini diperkuat juga dengan keberadaan penganut Nasrani di Sumatra Selatan, Jawa dan kalimantan pada abad ke-13 dan 14.
Sedangkan pendapat kedua menyatakan kehadiran pengaut Nasrani baru ada setelah kehadiran orang Barat. Pendapat ini berpegang pada peristiwa pemandian terhadap penduduk Halmahera pada tahun 1534. Peristiwa ini secara luas dipegang sebagai awal penasranian penduduk di Kepulauan Indonesia.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa sejak kedatangan Portugis dan Spanyol di Kepulauan Indonesia, proses penyebaran agama Kristen mulai berlangsung. Hal ini dikaitkan dengan motif agama selain ekonomi yang dilakukan oleh kedua bangsa tersebut sebagai imperialisme kuno. Selain Malaka dan kepulauan Maluku merupakan salah satu wilayah pertama bersentuhan dengan agama Nasrani, khsusnya Katholik. Raja Ternate bernama Tabarija yang diasingkan Portugis ke Goa pada tahun 1535 dilaporkan memeluk agama Nasrani sejak dipengungsian. Perkembangan agama Katholik semakin pesat sejak rohaniawan Spanyol bernama Francisacus Xaverius yang merupakan pendiri Orde Jesuit bersama Ignatius Loyolo melakukan kegiatan keagamaan di tengah-tengah masyarakat Ambon, Ternate dan Morotai antara tahun 1546-1547.
Kehadiran Belanda di Indonesia merubah peta pengkristenan di wilayah ini. Di Maluku sebagian besar penduduk yang telah beragama Katholik berganti menjadi Calvinis. Bahkan, VOC melarang misi Katholik melakukan kegiatan kegamaan. Biarpun sampai awal abad ke-19 Belanda sebenarnya tidak secara resmi mendukung kegiatan para penyebar agama Protestan, proses “pengkristenan” penduduk lokal berbagai wilayah di Indonesia tidak dapat dihindari.
Pada tahun 1619 Pendeta Hulsebos mendirikan jemaat pertamanya di Jakarta. Dalam perkembangannya, pada awal abad ke-18, sebagian besar jemaat Nasrani yang berada di bawah gereja Calvinis, bersama-sama orang Katholik kelompok gereja reformasi lainnya seperti Romanstran dan Lutheran dilarang.
Gereja Lutheran baru boleh melakukan kegiatan pada tahun 1745 di bawah pengawasan tentara bayaran Jerman.Memasuki abad ke-19 penyebaran agama Nasrani semakin meluas ke berbagai wilayah di Indonesia. Kelompok misionaris Katholik dari gereja reformasi baik Eropa maupun Amerika mulai berdatangan. Pengangkatan Jacob Grooff sebagai uskup Katholik pertama di Indonesia pada tahun 1845 telah memancing munculnya perdebatan panjang di kalangan pemeluk Nasrani baik di Indonesia maupun Belanda yang memicu konflik antara gereja dan negara.
Berdasarkan peratruran yang berlaku sejak tahun 1854 para guru, rohaniawan dan misionaris Nasrani harus memiliki ijin khusus dari Gubernur Jenderal ketika akan melakukan pekerjaan di wilayah Hindia Belanda. Wilayah Ambon dan sekitarnya menjadi hak eklusif gereja reformasi sampai tahun 1921. Daerah Batak juga menjadi daerah eklusif. Orang-orang Nasrani memulai kegiatan mereka di Sipirok pada tahun 1861, sementara misionaris Katholik baru diperkenankan masuk di wilayah ini pada tahun 1928. Begitu juga di wilayah Papua yang dikuasai oleh Belanda, jemaat Katholik di Flores dan Timor bagian barat diserahkan kepada Serikat Sabda Allah.
Mengapa agama Kristen di Indonesia Timur berkembang Pesat?
Pada abad XVIII VOC bangkrut dan membubarkan diri yang diakibatkan karena korupsi pegawainya. Kemudian pemerintah kolonial menangani secara langsung kehidupan umat Kristen dengan membentuk suatu gereja Protestan pemerintah-Inische Kerrk- tepatnya pada tahun 1835. Dari  Inische Kerrk inilah lahir Gereja-gereja Etnis yang besar di Indonesia bagian Timur, yaitu Gereja Masehi Injili Minahasa, gereja Protestan Maluku, dan Gereja Masehi Injili di Timor. Jemaat-jemaat lainya tergabung dalam satu sinode tersendiri, yaitu Gereja protestan di Indonesia bagian Barat.

Jangan lupa Follow dan Comments

Source : Buku LKS Sejarah Wajib untuk SMA Kelas XI 
Publisher : Intan Pariwara 

6 komentar:

  1. Dahulu itu manusia terkendala peralatan yang sangat sederhana dan pengetahuan yang masih terbatas, tapi sekarang sudah luar biasa maju, sejak peluncuran satelit pertama di bumi , bagai mana pendapat anda? , tapi sayang di negeri induk / indonesia , memang susah belajar mereka

    BalasHapus
  2. Itu baik untuk kemajuan seluruh dunia

    BalasHapus
  3. 1. Masa Pemerintahan Republik BataafPada tahun 1795 terjadi perubahan di Belanda. Muncullah kelompok yangmenamakan dirinya kaum patriot. Kaum ini terpengaruh oleh semboyanRevolusi Perancis: liberte (kemerdekaan), egalite (persamaan), dan fraternite(persaudaraan). Berdasarkan ide dan paham yang digelorakan dalam RevolusiPerancis itu maka kaum patriot menghendaki perlunya negara kesatuan.Bertepatan dengan keinginan itu pada awal tahun 1795 pasukan Perancismenyerbu Belanda. Raja Willem V melarikan diri ke Inggris. Belanda dikuasaiPerancis. Dibentuklah pemerintahan baru sebagai bagian dari Perancis yangdinamakan Republik Bataaf (1795-1806). Sebagai pemimpin Republik Bataafadalah Louis Napoleon saudara dari Napoleon Bonaparte.Sementara itu dalam pengasingan, Raja Willem V oleh pemerintah Inggrisditempatkan di Kota Kew. Raja Willem V kemudian mengeluarkan perintahyang terkenal dengan “Surat-surat Kew”. Isi perintah itu adalah agar parapenguasa di negeri jajahan Belanda menyerahkan wilayahnya kepada Inggrisbukan kepada Perancis. Dengan “Surat-surat Kew” itu pihak Inggris bertindakcepat dengan mengambil alih beberapa daerah di Hindia seperti Padang padatahun 1795, kemudian menguasai Ambon dan Banda tahun 1796. Inggrisjuga memperkuat armadanya untuk melakukan blokade terhadap Batavia.

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus